Kamis, 07 Mei 2009

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain.
Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak. Walaupun demikian ada bebrapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak.

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami tumor otak?



1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa keperawatan diharapkan mampu untuk mengerti dan memahami asuhan keperawatan pada pasien yang mengidap tumor otak dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

1.3.2 Tujuan Instruksional Khusus
Pada akhir pembuatan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat :
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Otak
2. Mengerti definisi Tumor Otak
3. Mengerti dan memahami mekanisme terjadinya Tumor Otak
4. Mengerti terapi yang digunakan untuk tumor otak
5. Membuat dan menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien dengan Tumor otak






















BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.
Otak menerima sekitar 20% curah jantung dan memerlukan 20% pemakaian O2 tubuh dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya yang berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak sangat rentan akan kebutuhan O2 dan glukosa melalui aliran darah yang bersifat konstan, bila aliran darah berhenti selama 10 detik kesadaran akan hilang bahkan dalam menit dapat menimbulkan kerusakan irreversibel. (Brunner & Suddarth)
Bagian-bagian Otak manusia
2.1.1 Otak depan
a. Dienchepalon
(a) Talamus
Talamus menerima semua informasi sensorik yang datang (kecuali bau) dan kemudian memancarkan informasi tersebut ke korteks serebrum melalui jaras eferen. Talamus juga merupakan bagian dari sistem pengaktivan retikuler (reticular activating system, RAS), suatu kelompok neuron yang luas berfungsi dalam menjaga seseorang agar tetap terjaga. Talamus menerima rangsang nyeri dan memancarkannya ke korteks serebrum.

(b) Epitalamus
Pada bagian dorsal dari diencephalon yang berbentuk atap ventricle ketiga. Pada bagian yang berbentuk corong kecil, massa dari epithalamus disebut glandula pinealis / corpus pineal.
(c) Hipotalamus
Hipotalamus membentuk dasar dari diencephalon. Hipotalamus berintegrasi dan mengarahkan informasi mengenai suhu, rasa lapar, aktivitas saraf otonom, dan status emosi. Hipotalamus juga menentukan kadar beberapa hormon, termasuk hormon hipofisis.
(d) Subtalamus
Merupakan area kecil di bawah thalamus. Bagian ini berisi nuclei subthalamic yang berhubungan dengan basal ganglia. Basal ganglia penting untuk koordinasi gerakan motorik dan posisi tubuh. Aktivitas utamanya adalah menghambat gerakan yang tak terkoordinasi.
b. Telenchepalon (Hemisfer serebrum)
c. Korteks serebrum
Korteks serebrum adalah bagian otak yang paling maju dan bertanggung jawab untuk mengindera lingkungan. Korteks serebrum menentukan perilaku yang bertujuan dan beralasan. Sebagian dari korteks serebrum berfungsi sebagai daerah sensorik primer dan secara langsung menerima rangsangan sensorik yang datang.
d. Bulbus olfaktori
Bulbus olfaktorius berfungsi untuk memperbesar penciuman, memperbesar sensitivitas deteksi bau, dan menyaring bau untuk mendeteksi suatu bau.
e. Nucleus Amygdale
Nucleus amygdale terletak pada ujung rostral ventricle lateralis dimana uncus bersatu dengan Nucleus Caudatus.
f. Septal region
g. Forniks
h. Basal ganglia
Basal ganglia berfungsi untuk control motorik, emosi, kognisi, dan pembelajaran.
2.1.2 Otak tengah
a. Tektum
b. Cerebral
2.1.3 Otak belakang
a. Medulla Oblongata
Medulla oblongata akan berhubungan dengan medulla spinalis. Bagian ini mudah dikenali dengan adanya fissura mediana pada bagian anterior dan pada lateral tampak peninggian yang berbentuk segitiga yang disebut piramis. Piramis berisi serat-serat untuk informasi yang bersifat motorik dari korteks serebri ke medulla spinalis. Diantara medulla oblongata dan medulla spinalis terdapat persilangan serat-serat saraf yang disebut decusatio piramidalis. Lateral dari piramis terdapat bentukan oval yang disebut olive yang merupakan pusat penguat impuls menuju serebellum. Pada bagian posterior sebagai dasar dari ventrikel keempat, meneruskan ke medulla spinalis melalui kanalis centralis.
b. Metenchepalon
(a) Pons
Pons mempunyai bentuk yang menonjol dan bulat terletak antara superior dari medulla dan anterior cerebellum. Pons merupakan tempat dimana terdapat hubungan antara serat-serat dari medulla spinalis, cortex cerebri, dan cerebellum.
(b) Serebelum
Serebelum/otak kecil, membantu mempertahankan keseimbangan dan bertanggung jawab bagi respon otot rangka halus sehingga menghasilkan gerakan volunter yang baik dan terarah. Serebelum menghasilkan gerakan-gerakan cepat berulang untuk aktivitas, misalkan mengetik atau bermain piano.









2.1.4 Vaskularisasi Otak
Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Pada manusia otak mengandung kira – kira 7 ml total oksigen yang dengan kecepatan pemakaian normal akan habis kira - kira 10 detik. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau masa hidup jaringan SSP yang menghadapi kekurangan oksigen cukup singkat (Chusid, 1993).
Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001).
Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua pembuluh arteri utama yaitu sepasang arteri karotis interna yang mengalir sekitar 70% dari keseluruhan jumlah darah otak dan sepasang arteri vertebralis yang memberikan 30% sisanya. Arteri karotis bercabang menjadi arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media yang mengalirkan darah dari daerah depan hemisfer cerebri, bagian belakang otak dan bagian otak dibalik lobus temporalis. Kedua bagian otak terakhir ini memperoleh darah dari arteri cerebri posterior yang berasal dari arteri vertebralis (Chusid, 1993).
Peredaran darah otak dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a) Tekanan darah dikepala (perbedaan antara tekanan arterial dan venosa pada daerah setinggi otak), tekanan darah arteri yang penting dan menentukan rata –rata 70 mmHg, dan dibawah tekananan ini akan terjadi pengurangan sirkulasi darah yang serius.
b) Resistensi cerebrovasculer: Resistensi aliran darah arteri melewati otak dipengaruhi oleh :
i) Tekanan liquor cerebrospinalis intracranial, peningkatan resistensi terhadap aliran darah terjadi sejajar dengan meningginya tekanan liquor cerebrospinalis. Pada tekanan diatas 500 mm air terjadi suatu restriksi sirkulasi yang ringan sampai berat.
ii) Viskositas darah: Sirkulasi dapat menurun lebih dari 50% pada polycythemia, suatu peningkatan yang nyata didalam sirkulasi darah otak dapat terjadi pada anemia berat.
iii) Keadaan pembuluh darah cerebral terutama arteriole: Pada keadaan patologis blok ganglion stelata dapat mengalami kegagalan untuk mempengaruhi aliran darah otak (Chusid,1993)

2.2 Definisi Tumor Otak

Tumor adalah lesi abnormal yang biasanya lebih besar dari 55mm dan berkembang terus tanpa control.
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030)
Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). (Gillroy, 2002)
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002)
Tumor otak adalah suatu pertumbuhan jaringan yang abnormal di dalam otak yang terdiri atas Tumor otak benigna dan maligna. Tumor otak benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak tetapi tidak ganas, sedangkan tumor otak maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Tumor otak dapat di klasifikasikan:
1. Berdasarkan jenis tumor
a. Jinak
i) Acoustic neuroma
ii) Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
iii) Pituitary adenoma
iv) Astrocytoma (grade I)
b. Malignant
i) Astrocytoma (grade 2,3,4)
ii) Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
iii) Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
2. Berdasarkan lokasi
Tumor supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
a) Glioma :
i) Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
ii) Astroscytoma
iii) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
b) Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.
Tumor infratentorial
a. Schwanoma akustikus
b. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.
c. Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
d. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.

2.3 Etiologi Tumor Otak
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu:
2.3.1 Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2.3.2 Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
2.3.3 Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
2.3.4 Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
2.3.5 Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan
2.3.6 Trauma Kepala



2.4 Patofisiologi Tumor Otak
Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya mengakibatkan terjadi gangguan neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial).
Penyebab tumor otak didapat dari faktor genetik, radiasi, virus, dan sarkoma sistemik. Semua penyebab tersebut dapat menyebabkan mutasi kromosom 17q 11, 22q 12, 3p, 9q dan 16p. Mutasi kromosom 17q 11 pada kanker neurofibromatosi tipe1, kerusakan protein pada neurofibrominin dan protein ini di kode oleh tumor supresor gen TSG. NF1 dapat berupa astrocytoma, meningioma, schwannoma, tetapi bukan schwannomabilateral vestibular. Mutasi kromosom 22q 12 pada kanker neurofibromatosis tipe2 berperan menginaktivasi schwannomin, NF2 dapat berupa schwannoma vestibular bilateral, neurofibroma, astrocytoma, meningioma, dan apendioma. Mutasi kromosom 3p pada kanker vonhippellyndau (VHL), tumor ini terdiri dari hemangioma blastoma dan phaeokromocytoma.
Mutasi kromosom pada 9q dan 16p 50% autosom dominan kebanyakan merupakan kasus sporadis. Tumor yang termasuk adalah SEGA (Subependimal Giant Cell Astrocytoma). Kekurangan fungsi tumor supresor gen menyebabkan perkembangan kanker semakin meningkat. TSG terdiri dari P53, retinoblastoma, P16 dan P19. Gen tersebut yang memainkan peran dalam merusak DNA dari siklus sel. Infeksi virus spesial JC virus mengiplikasikan oligodendrogliomas. Kejadian meningkat pada anak dengan LLA yang mendapat radioterapi tumor otak. Pada radiasi ionisasi walaupun paparan rendah tetapi menetap dapat menyebabkan cedera dekat otak di mana saja.
Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor akan mendesak ruangan yang relatif tetap dari ruang tengkorak yang kaku dan perubahan sirkulasi CSS, karena penekanan pada otak sehingga menyebabkan penekanan maskularisasi arteri dan vena timbul hipoksia, ischemia, hipoksemia, nekrosis, dan pecahnya pembuluh vena serta arteri. Di otak timbullah peningkatan tekanan intra kranial otak dapat menyebabkan:
a. Pergeseran kandungan ointra kranial mengstimulasi hipotalamus untuk merangsang nosiseptor, timbullah respon rasa nyeri
b. Pergeseran sistem batang otak menstimulasi medulla oblongata menyebabkan mual dan muntah.
c. Penekanan kiasma optikum sehingga menimbulkan papil oedema.
d. Herniasi unkus sehingga girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior menekan mesenchaphalon, hilang kesadaran dari pasien.
Pasien mengalami hemiparesis jika terjadi destruksi syaraf motorik perifer, sel-sel kornu anterior sehingga terjadi paralisis LMN dan UMN, otot flaksid dan reflek tendon menurun yang menyebakan perubahan persepsi sensori. Selain itu kerusakan nervous VII menyebabkan kerusakan pada hemisphere kiri kemudian akan timbul kelemahan pada otot wajah lalu pasien akan mengalami aphasia sehingga mengalami kerusakan komunikasi verbal. Persepsi sensori pengecapan akan mengalami kemunduran sehingga pasien mengalami kesulitan dalam menelan.
Dilatasi sel indolimf pada koklea mengakibatkan atrofi nervous VIII sehingga pasien mengalami vertigo dan perubahan persepsi sensori. Lesi traktus spinotalamikus lateralis kemudian berlanjutkan ke medulla spinalis, sistem kolumna dorsalis, medulla oblongata lalu menuju lemniskus medialis, thalamus, korteks parietalis sehingga menyebabkan stereognosis yang menimbulkan perubahan proses berpikir dan grafestesia yang dapat menimbulkan resiko cidera.
2.5 Manifestasi Klinis
2.5.1 Gejala Klinik Umum
Gejala umum timbul karena peningkatan tekanan intrakranial atau akibat infiltrasi difus dari tumor. Gejala yang paling sering adalah sakit kepala, perubahan status mental, kejang, nyeri kepala hebat, papil edema, mual dan muntah. Tumor maligna (ganas) menyebabkan gejala yang lebih progresif daripada tumor benigna (jinak). Tumor pada lobus temporal depan dan frontal dapat berkembang menjadi tumor dengan ukuran yang sangat besar tanpa menyebabkan defisit neurologis, dan pada mulanya hanya memberikan gejala-gejala yang umum. Tumor pada fossa posterior atau pada lobus parietal dan oksipital lebih sering memberikan gejala fokal dulu baru kemudian memberikan gejala umum.

a. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.

b. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.

c. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.

d. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta, penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur yang tidak menetap.

e. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.

2.5.2 Gejala Klinik Lokal
Manifestasi lokal terjadi pada tumor yeng menyebabkan destruksi parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor ke daerah sekitar tumor (contohnya : peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat menyebabkan disfungsi fokal yang reversible.

a. Tumor Kortikal
Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis pos-iktal. Meningioma kompleks atau parasagital dan glioma frontal khusus berkaitan dengan kejang. Tanda lokal tumor frontal antara lain disartri, kelumpuhan kontralateral, dan afasia jika hemisfer dominant dipengaruhi. Anosmia unilateral menunjukkan adanya tumor bulbus olfaktorius.

b. Tumor Lobus Temporalis
Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, defisit lapangan pandang homonim, perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks. Tumor hemisfer dominan menyebabkan afasia, gangguan sensoris dan berkurangnya konsentrasi yang merupakan gejala utama tumor lobus parietal. Adapun gejala yang lain diantaranya disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, hemianopsia/ quadrianopsia inferior homonim kontralateral dan simple motor atau kejang sensoris.

c. Tumor Lobus Oksipital
Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen. Kejang fokal lobus oksipital sering ditandai dengan persepsi kontralateral episodic terhadap cahaya senter, warna atau pada bentuk geometri.

d. Tumor pada Ventrikel Tiga dan Regio Pineal
Tumor di dalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. Perubahan posisi dapat meningkatkan tekanan ventrikel sehingga terjadi sakit kepala berat pada daerah frontal dan verteks, muntah dan kadang-kadang pingsan. Hal ini juga menyebabkan gangguan ingatan, diabetes insipidus, amenorea, galaktorea dan gangguan pengecapan dan pengaturan suhu.


e. Tumor Batang Otak
Terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas. Kompresi pada ventrikel empat menyebabkan hidrosepalus obstruktif dan menimbulkan gejala-gejala umum.

f. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin menonjol.

2.5.3 Gejala Lokal yang Menyesatkan (False Localizing Features)
Gejala lokal yang menyesatkan ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial, pergeseran dari struktur-struktur intrakranial atau iskemi. Kelumpuhan nervus VI berkembang ketika terjadi peningkatan tekanan intrakranial yang menyebabkan kompresi saraf. Tumor lobus frontal yang difus atau tumor pada korpus kallosum menyebabkan ataksia (frontal ataksia).

2.6 Komplikasi
Gangguan wicara sering menjadi komplikasi pasien tumor otak. Dalam hal ini kita mengenal istilah disartria dan aphasia. Disartria adalah gangguan wicara karena kerusakan di otak atau neuromuscular perifer yang bertanggung jawab dalam proses bicara. Afasia merupakan gangguan bahasa, bisa berbentuk afasia motorik atau sensorik tergantung dari area pusat bahasa di otak yang mengalami kerusakan. Fungsi bahasa yang terlibat adalah kelancaran (fluency), keterpaduan (komprehensi) dan pengulangan (repetitif).
Disfagi merupakan komplikasi lain dari penderita ini. Yaitu ketidakmampuan menelan makanan karena hilangnya refleks menelan. Gangguan bisa terjadi di fase oral, pharingeal atau oesophageal. Komplikasi ini akan menyebabkan terhambatnya asupan nutrisi bagi penderita serta berisiko aspirasi pula karena muntahnya makanan ke paru. Gejala ini sering bersamaan dengan dispepsia karena space occupying process dan kemoterapi yang menyebabkan hilangnya selera makan serta iritasi lambung. Kelemahan otot juga dapat menyerang pasien tumor otak pada umumnya dan yang mengenai saraf khususnya ditandai dengan hemiparesis, paraparesis dan tetraparesis.
2.7 Pemeriksaan Diagnostik dan Laboratorium Tumor Otak
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yang dicurigai menderita tumor otak yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologik yang teliti, adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu yaitu CT-Scan dan MRI. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejala-gejala yang dirasakan oleh penderita yang mungkin sesuai dengan gejala-gejala yang telah diuraikan di atas. Misalnya ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik mungkin ditemukan adanya gejala seperti edema papil dan deficit lapangan pandang.

2.7.1 Pemeriksaan Penunjang
CT scan dan MRI memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
Foto polos dada dan pemeriksaan lainnya juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
Pemeriksaan cairan serebrospinal juga dapat dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

2.8 Penatalaksanaan
Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
a. Usia
b. General Health
c. Ukuran Tumor
d. Lokasi Tumor
e. Jenis Tumor

Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang diguanakan dalam penatalaksaannya, yaitu :
- Surgery
- Radiotherapy
- Chemotherapy

a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid à menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
Anticonvulsant à untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt à digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikutserta sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.

b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.

c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah tidak.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan – bahan kimia yang bersifat carcinogenik.
2. Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan penglihatan atau penglihatan double.
3. Identifikasi adanya perubahan perilaku klien.
4. Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi.
5. Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia.
6. Observasi adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis).
7. Observasi tingkat kesadran dan tanda vital.
8. Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit.
9. Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
10. Laboratorium:
1. Jika tidak ada kontraindikasi: lumbal puncti.
2. Fungsi endokrin
11. Radiografi:
1. CT scan.
2. Electroencephalogram
3. X-ray paru dan organ lain umtuk mencari adanya metastase.

3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor.
2. Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial.
3. Perubahan persepsi sensori perseptual b.d kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi.
4. Resiko cedera b.d vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
5. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek afasia pada ekspresi atau intepretasi.
6. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan mengunyah dan menelan.
7. Perubahan proses berpikir b.d ketidakmapuan untuk mengevaluasi realita.

3.3 Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan otak b/d kerusakan sirkulasi akibat penekanan oleh tumor.
Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital stabil.
Kriteria hasil : - Tingkat kesadaran stabil atau ada perbaikan.
- Tidak adan tanda – tanda peningaktan TIK.

Intervensi
Rasional
1. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.



2. Pantau tanda vital tiap 4 jam.




3. Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.


4. Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran mukosa.
5. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan.
6. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak sesuai lainnya.
1. Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningaktan TIK dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.

2. Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil. Kehilanagn autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan menyeluruh.
3. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
4. Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.

5. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat meningkatkan TIK.

6. Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau mennadakan adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.


2. Nyeri b/d peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : TIK tidak lebih dari 15 mmHg dan tanda-tanda klinis TIK menurun
Kriteria hasil : - Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol
- Klien menunjukkan perilaku untuk mengurangi kekambuhan.


Intervensi
Rasional
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang memperburuk dan meredakan.





2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri timbul.
4. Berikan kompres dingin pada kepala.
1. Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2. Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.



3. Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi beratnya serangan.
4. Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.


3 Perubahan persepsi sensori perseptual b.d kerusakan traktus sensori dengan perubahan resepsi sensori, transmisi, dan integrasi.
Tujuan : Pasien mampu menetapkan dan menguji realitas serta menyingkirkan kesalahan persepsi sensori.
Kriteria hasil : 1. Pasien dapat mengenali kerusakan sensori
2. Pasien dapat mengidentifikasi prilaku yang dapat mengkompensasi kekurangan
3. Pasien dapat mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensial terhadap penyimpangan.
Intervensi
Rasional
1. Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi.
2. Berikan rangsang taktil, sentuh pasien pada area dengan sensori utuh, missal : bahu, wajah, kepala.

3. Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.



4. Pertahankan adanya respons emosional berlebihan, perubahan proses berpikir, misal : disorientasi, berpikir kacau.
1. Dapat membantu menurunkan ansietas tentang ketidaktahuan dan mencegah cedera.
2. Menyentuh menyampaikan perhatian dan memenuhi kenutuhan fisiologis dan psikologis normal.
3. Menurunkan kelebihan beban sensori, meningkatkan orientasi dan kemampuan koping, dan membantu dalam menciptakan kembali pola tidur alamiah.
4. Indikasi kerusakan traktus sensori dan stress psikologis, memerlukan pengkajian dan intervensi lebih lanjut.

4. Resiko cedera b.d vertigo sekunder terhadap hipotensi ortostatik.
Tujuan : diagnosa tidak menjadi masalah aktual
Kriteria hasil : - Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan vertigo
- Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah di otak tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik.
- Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah drop tekanan di otak yang tiba-tiba.
- Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing.
Intervensi
Rasional
1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi tubuh.
2. Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik.

3. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik
1. Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah tidak.
2. Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik.
3. Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika mengalami hipotensi ortostatik.

4. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek afasia pada ekspresi atau intepretasi.
Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain dengan cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil : - Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
- Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
- Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat


Intervensi
Rasional
1. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.


2. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
3. Berika metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis, gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).
4. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak” selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih komplek sesuai dengan respon pasien.
1. Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.
2. Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik.
3. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/deficit yang mendasarinya.


4. Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.


6. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan mengunyah dan menelan.
Tujuan : inatake nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil : - Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan.
- Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam rentang normal.

Intervensi
Rasional
Mandiri
1. Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang hiperaktif.




2. Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.


3. Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien.



Kolaborasi
1. Konsultasi dengan ahli gizi


3.3.1 Fungsi saluran pencernaan biasanya tetap baik pada kasus cedera kepala, jadi bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau berkembangnya komplikasi, seperti paralitik ileus.
3.3.2 Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang dapat diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
3.3.3 Meskipun proses pemilihan pasien memerlukan bantuan makan dan menggunakan alat Bantu, sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan.

1. Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh, keadaan penyakit sekarang.

7. Perubahan proses berpikir b.d ketidakmapuan untuk mengevaluasi realita.
Tujuan : Klien memahami gangguan pola pikir dan berfungsi optimal di lingkungan sosialnya.
Kriteria hasil : - Pasien dapat mempertahankan/melakukan kembali orientasi mental dan realitas biasanya
- Pasien dapat mengenali perubahan berpikir / perilaku
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aturan terapeutik / penyerapan kognitif.
Intervensi
Rasional
1. kaji rentang perhatian, kebingungan, dan catat tingkat ansietas pasien.




2. Kurangi stimulus yang merangsang, kritik yang negative, argumentasi, dan konfrontasi.
3. Dengarkan dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien.


4. Perhatikan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah lakunya sendiri, memahami, dan mengingat informasi yang ada.
1. Rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya ansietas yang mempengaruhi proses piker pasien.
2. Menurunkan resiko terjadinya respons pertengkaran atau penolakan.
3. Perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan meningkatkan harga diri dan mendorong kesinambungan usaha tersebut.
4. Penting untuk mempertahankan harapan dari kemampuan untuk meningkatkan dan melanjutkan sampai pada tingkat fungsi lebih tinggi untuk mempertahankan harapan dan meningkatkan aktivitas rehabilitasi kontinu.

































BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc atau sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi oksigen oleh tubuh. Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001).
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak. (price, A. Sylvia, 1995: 1030)
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui, tetapi sekarang telah diadakan penelitian mengenai herediter, sisa-sisa embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat karsinogenik, trauma kepala. Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi.

4.2 Saran
1. Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai penyakit tersebut.
2. Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.












DAFTAR PUSTAKA


A. Priece, Silvia. Patofisiologi Vol.2. 2003. EGC : Jakarta
Carpenito, Lynda Jual. 2000. Diagnosa Keperawan Aplikasi pada Praktik Klinis Edisi 6. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geiser. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk perencanaan dan Pendokumentasian perwatan Pasien. Jakarta: EGC
Gambaran CT Scan pada Tumor Otak Benigna. Dr.Iskandar Japardi. 12 September 2008. http://search.htm
Konsep Penyakit dan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Persyarafan Tumor Otak. Andik Yuliastanto, S.Kep Ners. 13 September 2008. http://KONSEP PENYAKIT DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PERSYARAFAN TUMOR OTAK ( S O P ) « Yuliastanto’s Weblog.htm
Nyeri Kepala Gejala Awal Tumor Otak. Anonimus. 15 September 2008. http://tumor-otak.html
Otak.Anonimus.15 September 2008. http://www.wikipedia.com/anatomiotak.html
Tumor Otak. Syaiful. 12 September 2008. http://Mulai Detik ini juga ! » Tumor otak.htm

Selasa, 05 Mei 2009

Maraknya Flu Babi

Flu babi mungkin itulah yang sekarang penyakit paling ditakuti, kasusu yang merenggut banyak manusia di meksiko sana sanagat mengkhawatirkan karena ditengarai menyebar lewat babi. Virus H1N1 ini disinyalir dari beberapa peneliti merupakan mutasi dari virus flu burung H5N1. Kita perlu ingat bahwa virus ini merupakan golongan virus RNA jadi akan sangat menemukan vaksinnya karena golongan RNA sangat mudah bermutasi. So hindarai babi mulai sekarang